MAKALAH
PERNIKAHAN DALAM ISLAM
Disusun Oleh :
Kelompok 5 :
1.
Teguh Windiantoro
2.
Ulin Ni’maturrofiah
3.
Lanti Zita Nuryani
Kelas : TI
1B
Guru Pembimbing
Arif Nur S,
Sh., M.Hum
POLITEKNIK SAWUNGGALIH AJI KUTOARJO
Jl.
Wismo Aji No.08 Kutoarjo Purworejo Jawa Tengah Telp. (0275) 642466, 3140444
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji syukur saya panjatkan
kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar. makalah ini disusun guna
memenuhi persyaratan tugas perkuliahan tahun ajaran 2015/2016.
Makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang saya tidak dapat
sebutkan satu per satu. Untuk itu, pada kesempatan ini melalui laporan ini,
saya mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Mulyadi N., Drs., MM selaku Direktur I Politeknik Sawunggalih Aji
Kutoarjo yang telah memberikan izin, sehingga dapat membantu kelancaran dalam penyelesaian
tugas perkuliahan ini.
2. Bapak Arif Nur S, Sh., M.Hum Selaku guru pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan motivasi
kepada saya.
3. Pimpinan dan Staf di Politeknik Sawunggalih
Aji Kuoarjo.
4. Ayah
dan Ibu tercinta yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Dengan segala kerendahan, saya
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saran dan
kritik dari segenap pembaca sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah ini.
Purworejo,
2 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
DAFTAR
ISI.................................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang................................................................................................................4
2. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
3. Tujuan.............................................................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pernikahan...................................................................................................6
2. Anjuran Untuk Menikah................................................................................................7
3. Tujuan Pernikahan.........................................................................................................8
4. Calon Pasangan yang Ideal...........................................................................................10
5. Proses Sebuah Pernikahan yang Berlandaskan
Al-Qur’an dan As’Sunnah..................12
6. Pernikahan yang Dilarang dalam
Islam.........................................................................20
7. Hikmah Pernikahan.......................................................................................................21
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan....................................................................................................................23
2. Saran..............................................................................................................................23
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Konsep
pernikahan pada umumnya hanya berkisar pada pernikahan Internasional dan
tradisional.Konsep nikah itu sendiri juga pastinya memilih tempat dan wedding
concept resepsi pernikahan yang tepat bukanlah hal yang mudah dilakukan.
Pernikahan
menurut Islam adalah sebuah kontrak yang serius dan juga moment yang
sangat membahagiakan dalam kehidupan seseorang maka dianjurkan untuk mengadakan
sebuah pesta perayaan pernikahan dan membagi kebahagiaan itu dengan orang lain.
Seperti dengan para kerabat, teman-teman atau pun bagi mereka yang kurang
mampu.Dan pesta perayaan pernikahan juga sebagai rasa syukur kepada Allah SWT
atas segala nikmat yang telah Dia berikan kepada kita.Di samping itu
pernikahan-pernikahan juga memiliki fungsi lainnya yaitu mengumumkan kepada
khalayak ramai tentang pernikahan itu sendiri. Tidak ada cara lain yang lebih
baik untuk menghindari zina melainkan melalui pernikahan.
Rasulullah
SAW mengajarkan kita bahwa sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk
menjawab undangan pernikahan dan bahkan Rasulullah SAW menekankan untuk
menghadiri undangan walimah. Maka para ulama berpendapat bahwa seseorang boleh
untuk tidak menghadiri pernikahan hanya dengan alasan-alasan yang diperbolehkan
menurut Islam.Salah satu alasan yang diperbolehkan itu adanya musik.Adanya
musik yang tidak Islam ketika berkumpul di saat pernikahan atau seseorang masih
harus menyesuaikan pekerjaan lainnya yang berhubungan dengan agama yang jauh
lebih penting.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
·
Bagaimana bentuk-bentuk pernikahan yang tidak sesuai dengan
ajaran islam?
·
Bagaimana konsep pernikahan yang sesuai dengan ajaran agama
islam?
3.
Tujuan
·
Untuk mengetahui pengertian pernikahan/nikah.
·
Untuk mengetahui kenapa Islam menganjurkan menikah.
·
Untuk mengetahui tujuan melaksanakan pernikahan.
·
Untuk mengetahui calon pasangan yang ideal menurut Islam.
·
Untuk mengetahui proses sebuah pernikahan yang berlandaskan
Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih.
·
Untuk mengetahui pernikahan yang dilarang dalam Islam.
·
Kita dapat mengetahui tentang hikmah pernikahan.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Pernikahan
Pernikahan
merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari
segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan
lain hal.
Dalam
pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan
yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan
masyarakat.
Aqad
nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat
"ijab dan qabul".Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan
hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah
kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal
sholeh.Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan.Aqad nikah juga
merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq.Ketika dua tangan
diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat
baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, "Yadullahi fawqa aydihim".
Begitu
sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya "Mitsaqon gholizho"
atau perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani
Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat
(Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia
sebagai "Mitsaqon gholizho". Karena janganlah pasangan suami istri
dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.
Allah
SWT menegur suami-suami yang melanggar perjanjian, berbuat dzalim dan merampas
hak istrinya dengan firmannya : "Bagaimana kalian akan mengambilnya
kembali padahal kalian sudah berhubungan satu sama lain sebagai suami istri.
Dan para istri kalian sudah melakukan dengan kalian perjanjian yang berat
"Mitsaqon gholizho"." (Q.S An-Nisaa : 21).
Aqad
nikah dapat menjadi sunnah, wajib, makruh ataupun haram, hal ini disebabkan
karena :
·
Sunnah, siap dan mampu menjalankan keinginan biologi, siap dan mampu melaksanakan tanggung
jawab berumah tangga.
·
Wajib menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai keinginan
biologi yang kuat, untuk menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk
berbuat maksiat, juga yang bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan
tanggung jawab dalam rumah tangga. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S
An-Nur : 33.
·
Makruh, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kesanggupan
menyalurkan biologi, walo seseorang tersebut sanggup melaksanakan tanggung
jawab nafkah, dll.Atau sebaliknya dia mampu menyalurkan biologi, tetapi tidak
mampu bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban dalam berumah tangga.
·
Haram menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin yang
akan menular kepada pasangannya juga keturunannya.
2.
Anjuran Untuk Menikah
“Dan
kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan.jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui (QS. An Nuur : 32)
Ayat
di atas menganjurkan kepada umat Islam untuk menikah, dan Allah SWT menegaskan
bahwa menikah bukanlah sebagai penyebab sebuah kemiskinan.Menikah adalah
pembuka dari pintu-pintu rizki dan membaawa berkah dan rahmah dari Allah.
Dengan menikah, Allah akan menambah rizki dan karuniaNya terhadap hambanya yang
yakin terhadap Ayat-ayat Allah.
Islam
telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah
sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat
asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami.Penghargaan Islam terhadap
ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding
dengan separuh agama. Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata :"Telah
bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (yang artinya):
"Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya
lagi".[Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim].
Sesungguhnya
menikah itu bukanlah sesuatu yang menakutkan, hanya memerlukan perhitungan
cermat dan persiapan matang saja, agar tidak menimbulkan penyesalan.Sebagai
risalah yang syâmil (menyeluruh) dan kâmil (sempurna), Islam telah memberikan
tuntunan tentang tujuan pernikahan yang harus dipahami oleh kaum
Muslim.Tujuannya adalah agar pernikahan itu berkah dan bernilai ibadah serta benar-benar
memberikan ketenangan bagi suami-istri. Dengan itu akan terwujud keluarga yang
bahagia dan langgeng. Hal ini bisa diraih jika pernikahan itu dibangun atas
dasar pemahaman Islam yang benar.
Menikah
hendaknya diniatkan untuk mengikuti sunnah Rasullullah saw., melanjutkan
keturunan, dan menjaga kehormatan. Menikah juga hendaknya ditujukan sebagai
sarana dakwah, meneguhkan iman, dan menjaga kehormatan.Pernikahan merupakan
sarana dakwah suami terhadap istri atau sebaliknya, juga dakwah terhadap keluarga
keduanya, karena pernikahan berarti pula mempertautkan hubungan dua
keluarga.Dengan begitu, jaringan persaudaraan dan kekerabatan pun semakin
luas.Ini berarti, sarana dakwah juga bertambah. Pada skala yang lebih luas,
pernikahan islami yang sukses tentu akan menjadi pilar penopang dan pengokoh
perjuangan dakwah Islam, sekaligus tempat bersemainya kader-kader perjuangan
dakwah masa depan.
3.
Tujuan
Pernikahan
·
Membentengi Martabat Manusia dari
Perbuatan Kotor dan Keji
Sasaran utama dari disyari'atkannya
perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia
dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat
manusia yang luhur.Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai
sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda (yang artinya): "Wahai para pemuda! Barangsiapa diantara
kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih
menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan).Dan barangsiapa
yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya". [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi].
·
Rumah Tangga Yang Islami
Tujuan yang luhur dari pernikahan
adalah agar suami istri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya.Hukum
ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah WAJIB. Oleh karena
itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami.
Rumah tangga yang islami adalah rumah tangga yang berdasarkan kepada
ajaran-ajaran agama Islam secara total (kaffah)
·
Karena Menikah itu Ibadah
Sebagai seorang manusia yang sadar
betul kehambaanya, manusia harus mengabdi dan memberikan hidupnya hanya kepada
Allah dan selalu menghabiskan hari-harinya dengan ibadah kepada Allah semata.
Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan
dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain.
·
Mencari Keturunan yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah
untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :"Allah
telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan
bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki
yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari nikmat Allah ?" [An-Nahl : 72].
Dan yang terpenting lagi dalam
perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan
membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan
bertaqwa kepada Allah.
Tentunya keturunan yang shalih tidak
akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan
demikian karena banyak "Lembaga Pendidikan Islam", tetapi isi dan
caranya tidak Islami.Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak
memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah.Oleh karena itu
suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya
ke jalan yang benar.
4. Calon Pasangan Yang Ideal
a. Harus Kafa’ah
Pengaruh
materialisme telah banyak menimpa orang tua.Tidak sedikit zaman sekarang ini
orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh
putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial
dan keturunan saja.Sementara pertimbangan agama kurang mendapat
perhatian.Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.
Menurut
Islam, Kafa’ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan,
dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri
itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa
Allah akan terwujud. Tetapi kafa’ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas
iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial, keturunan dan
lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun
non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat
taqwanya (Al-Hujuraat : 13). “Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Al-Hujuraat : 13).
Dan
mereka tetap sekufu’ dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama
lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham
materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan
kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam :“Artinya : Wanita dikawini karena empat hal :
Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena
agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab
kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka”. (Hadits Shahi Riwayat Bukhari
6:123, Muslim 4:175).
b. Harus Shalihah
1. Kriteria Calon Istri Shalihah
-
Beragama islam (muslimah). Ini
adalah syarat yang utama dan pertama.
- Memiliki akhlak yang baik. Wanita
yang berakhlak baik insya Allah akan
mampu menjadi ibu dan istri
yang baik.
- Memiliki dasar pendidikan Islam
yang baik. Wanita yang memiliki dasar
pendidikan Islam yang baik akan
selalu berusaha untuk menjadi wanita
sholihah yang akan selalu dijaga
oleh Allah SWT. Wanita sholihah adalah
sebaik-baik perhiasan dunia.
-
Memiliki sifat penyayang. Wanita yang penuh rasa cinta akan
memiliki
banyak sifat kebaikan.
-
Sehat secara fisik. Wanita yang
sehat akan mampu memikul beban rumah
tangga dan menjalankan kewajiban
sebagai istri dan ibu yang baik.
-
Dianjurkan memiliki kemampuan
melahirkan anak. Anak adalah generasi
penerus yang penting bagi masa depan
umat. Oleh karena itulah,
Rasulullah SAW menganjurkan agar
memilih wanita yang mampu
melahirkan banyak anak.
-
Sebaiknya memilih calon istri yang
masih gadis terutama bagi pemuda
yang belum pernah menikah. Hal ini
dimaksudkan untuk memelihara
keluarga yang baru terbentuk dari
permasalahan lain.
2.
Kriteria Calon Suami Shalihah
- Beragama Islam (muslim). Suami adalah pembimbing istri dan
keluarga
untuk dapat selamat di dunia dan
akhirat, sehingga syarat ini mutlak
diharuskan.
-
Memiliki akhlak yang baik. Laki-laki yang berakhlak baik
akan mampu membimbing keluarganya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
-
Sholih dan taat beribadah. Seorang suami adalah teladan
dalam keluarga, sehingga tindak tanduknya akan ‘menular’ pada istri dan
anak-anaknya.
-
Memiliki ilmu agama Islam yang baik. Seorang suami yang
memiliki ilmu Islam yang baik akan menyadari tanggung jawabnya pada keluarga,
mengetahui cara memperlakukan istri, mendidik anak, menegakkan kemuliaan, dan
menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga secara halal dan baik.
5. Proses Sebuah Pernikahan yang
Berlandasakan Al-Qur’andan As-Sunnah yang Shahih.
·
Mengenal calon pasangan hidup
Sebelum
seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus
mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula
sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya.
Adapun
mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa
namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan informasi
lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari informasi dari
pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun dari orang
lain yang mengenali si lelaki/si wanita.
Yang
perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang bisa menjatuhkan kepada fitnah
(godaan setan) dihindari kedua belah pihak seperti bermudah-mudahan melakukan
hubungan telepon, sms, surat-menyurat, dengan alasan ingin ta’aruf
(kenal-mengenal) dengan calon suami/istri.Jangankan baru ta’aruf, yang sudah resmi
meminang pun harus menjaga dirinya dari fitnah. Karenanya, ketika Syaikh Shalih
bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah ditanya tentang pembicaraan
melalui telepon antara seorang pria dengan seorang wanita yang telah
dipinangnya, beliau menjawab, “Tidak apa-apa seorang laki-laki berbicara lewat
telepon dengan wanita yang telah dipinangnya, bila memang pinangannya telah
diterima dan pembicaraan yang dilakukan dalam rangka mencari pemahaman sebatas
kebutuhan yang ada, tanpa adanya fitnah. Namun bila hal itu dilakukan lewat
perantara wali si wanita maka lebih baik lagi dan lebih jauh dari
keraguan/fitnah. Adapun pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan
wanita, antara pemuda dan pemudi, padahal belum berlangsung pelamaran di antara
mereka, namun tujuannya untuk saling mengenal, sebagaimana yang mereka
istilahkan, maka ini mungkar, haram, bisa mengarah kepada fitnah serta
menjerumuskan kepada perbuatan keji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَلاَ
تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً
مَعْرُوفًا
Artinya:“Maka
janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga
berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan
yang ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)
·
Nazhar (Melihat Calon Pasangan Hidup)
Seorang
wanita pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
menghibahkan dirinya. Si wanita berkata:
ياَ
رَسُوْلَ اللهِ، جِئْتُ أَهَبُ لَكَ نَفْسِي. فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه وسلم فَصَعَّدَ النَّظَرَ فِيْهَا وَصَوَّبَهُ، ثُمَّ طَأْطَأَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم رًأْسَهُ
Artinya:
“Wahai Rasulullah! Aku datang untuk menghibahkan diriku kepadamu.” Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melihat ke arah wanita tersebut. Beliau mengangkat
dan menurunkan pandangannya kepada si wanita.Kemudian beliau menundukkan
kepalanya. (HR. Al-Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472)
Hadits ini menunjukkan bila seorang
lelaki ingin menikahi seorang wanita maka dituntunkan baginya untuk terlebih
dahulu melihat calonnya tersebut dan mengamatinya. (Al-Minhaj Syarhu Shahih
Muslim, 9/215-216)
Oleh karena itu, ketika seorang
sahabat ingin menikahi wanita Anshar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menasihatinya:
انْظُرْ
إِلَيْهَا، فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ الْأَنْصَارِ شَيْئًا، يَعْنِي الصِّغَرَ
Artinya:“Lihatlah
wanita tersebut, karena pada mata orang-orang Anshar ada sesuatu.” Yang beliau
maksudkan adalah mata mereka kecil. (HR. Muslim no. 3470 dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu).
Demikian pula ketika Al-Mughirah bin
Syu’bah radhiyallahu ‘anhu meminang seorang wanita, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah melihat wanita
yang kau pinang tersebut?” “Belum,” jawab Al-Mughirah. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
انْظُرْ
إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا
Artinya:“Lihatlah
wanita tersebut, karena dengan seperti itu akan lebih pantas untuk
melanggengkan hubungan di antara kalian berdua (kelak).” (HR. An-Nasa`i no.
3235, At-Tirmidzi no.1087. Dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam
Ash-Shahihah no. 96)
Al-Imam
Al-Baghawi rahimahullahu berkata, “Dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam kepada Al-Mughirah radhiyallahu ‘anhu: “Apakah engkau telah melihat
wanita yang kau pinang tersebut?” ada dalil bahwa sunnah hukumnya ia melihat si
wanita sebelum khitbah (pelamaran), sehingga tidak memberatkan si wanita bila
ternyata ia membatalkan khitbahnya karena setelah nazhar ternyata ia tidak
menyenangi si wanita.” (Syarhus Sunnah 9/18).
Bila
nazhar dilakukan setelah khitbah, bisa jadi dengan khitbah tersebut si wanita
merasa si lelaki pasti akan menikahinya. Padahal mungkin ketika si lelaki
melihatnya ternyata tidak menarik hatinya lalu membatalkan lamarannya, hingga
akhirnya si
wanita kecewa dan sakit hati.
(Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/214)
Sahabat
Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku meminang seorang wanita,
maka aku bersembunyi untuk mengintainya hingga aku dapat melihatnya di sebuah
pohon kurmanya.” Maka ada yang bertanya kepada Muhammad, “Apakah engkau
melakukan hal seperti ini padahal engkau adalah sahabat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam?” Kata Muhammad, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا
أَلْقَى اللهُ فيِ قَلْبِ امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ، فَلاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ
إِلَيْهَا
Artinya:“Apabila
Allah melemparkan di hati seorang lelaki (niat) untuk meminang seorang wanita
maka tidak apa-apa baginya melihat wanita tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 1864, dishahihkan
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Ibni Majah dan Ash-Shahihah no.
98)
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu
berkata, “Boleh melihat wanita yang ingin dinikahi walaupun si wanita tidak
mengetahuinya ataupun tidak menyadarinya.” Dalil dari hal ini sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا
خَطَبَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً، فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا
إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَتِهِ، وَإِنْ كَانَتْ لاَ
تَعْلَمُ
Artinya:
“Apabila seorang dari kalian ingin meminang seorang wanita, maka tidak ada dosa
baginya melihat si wanita apabila memang tujuan melihatnya untuk meminangnya,
walaupun si wanita tidak mengetahui (bahwa dirinya sedang dilihat).” (HR.
Ath-Thahawi, Ahmad 5/424 dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jamul Ausath 1/52/1/898,
dengan sanad yang shahih, lihat Ash-Shahihah 1/200)
Pembolehan
melihat wanita yang hendak dilamar walaupun tanpa sepengetahuan dan tanpa
seizinnya ini merupakan pendapat yang dipegangi jumhur ulama.
Adapun Al-Imam Malik rahimahullahu
dalam satu riwayat darinya menyatakan, “Aku tidak menyukai bila si wanita
dilihat dalam keadaan ia tidak tahu karena khawatir pandangan kepada si wanita
terarah kepada aurat.”Dan dinukilkan dari sekelompok ahlul ilmi bahwasanya
tidak boleh melihat wanita yang dipinang sebelum dilangsungkannya akad karena
si wanita masih belum jadi istrinya. (Al-Hawil Kabir 9/35, Syarhul Ma’anil
Atsar 2/372, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim 9/214, Fathul Bari 9/158)
·
Khithbah (peminangan)
Seorang
lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita, hendaknya
meminang wanita tersebut kepada walinya.
Apabila seorang lelaki mengetahui
wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh lelaki lain
dan pinangan itu diterima, maka haram baginya meminang wanita tersebut. Karena
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى
يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ
Artinya:“Tidak boleh seseorang
meminang wanita yang telah dipinang oleh
saudaranya hingga saudaranya itu
menikahi si wanita atau meninggalkannya
(membatalkan pinangannya).” (HR.
Al-Bukhari no. 5144)
Dalam riwayat Muslim (no. 3449)
disebutkan:
الْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ، فَلاَ يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ
أَنْ يَبْتَاعَ عَلى بَيْعِ أَخِيْهِ وَلاَ يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ
حَتَّى يَذَرَ
Artinya:“Seorang mukmin adalah
saudara bagi mukmin yang lain. Maka tidaklah
halal baginya menawar barang yang
telah dibeli oleh saudaranya dan tidak halal pula
baginya meminang wanita yang telah
dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya
meninggalkan pinangannya
(membatalkan).”
Perkara ini merugikan peminang yang
pertama, di mana bisa jadi pihak wanita meminta pembatalan pinangannya
disebabkan si wanita lebih menyukai peminang kedua. Akibatnya, terjadi
permusuhan di antara sesama muslim dan pelanggaran hak. Bila peminang pertama
ternyata ditolak atau peminang pertama mengizinkan peminang kedua untuk melamar
si wanita, atau peminang pertama membatalkan pinangannya maka boleh bagi
peminang kedua untuk maju. (Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/282)
Setelah
pinangan diterima tentunya ada kelanjutan pembicaraan, kapan akad nikad akan
dilangsungkan. Namun tidak berarti setelah peminangan tersebut, si lelaki bebas
berduaan dan berhubungan dengan si wanita. Karena selama belum akad keduanya
tetap ajnabi, sehingga janganlah seorang muslim bermudah-mudahan dalam hal ini.
(Fiqhun Nisa fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)
·
Akad
nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang
berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab
dan qabul.
Ijab
adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari
pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya:
“Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab
Riyadhus Shalihin.”
Qabul
adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya terima nikahnya
anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”
Sebelum
dilangsungkannya akad nikah, disunnahkan untuk menyampaikan khutbah yang
dikenal dengan khutbatun nikah atau khutbatul hajah. Lafadznya sebagai berikut:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ،
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَلاَّ إِلَهَ إلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. (آل عمران: 102)
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ
مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً
كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ
إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. (النساء: 1)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا
قَوْلاً سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. (الأحزاب: 70-71)
·
Walimatul ‘urs
Melangsungkan walimah ‘urs hukumnya
sunnah menurut sebagian besar ahlul ilmi, menyelisihi pendapat sebagian mereka
yang mengatakan wajib, karena adanya perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu ketika mengabarkan kepada
beliau bahwa dirinya telah menikah:
أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Artinya:“Selenggarakanlah walimah
walaupun dengan hanya menyembelih seekor kambing4.” (HR. Al-Bukhari no. 5167
dan Muslim no. 3475)
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyelenggarakan walimah ketika menikahi
istri-istrinya seperti dalam hadits Anas radhiyallahu ‘anhu disebutkan:
مَا
أَوْلَمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلىَ شَيْءٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ
عَلىَ زَيْنَبَ، أَوْلَمَ بِشَاةٍ
Artinya:“Tidaklah Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam menyelenggarakan walimah ketika menikahi istri-istrinya
dengan sesuatu yang seperti beliau lakukan ketika walimah dengan Zainab. Beliau
menyembelih kambing untuk acara walimahnya dengan Zainab.” (HR. Al-Bukhari no.
5168 dan Muslim no. 3489)
·
Setelah Akad
Ketika mempelai lelaki telah resmi
menjadi suami mempelai wanita, lalu ia ingin masuk menemui istrinya maka
disenangi baginya untuk melakukan beberapa perkara berikut ini:
Pertama:
Bersiwak terlebih dahulu untuk membersihkan mulutnya karena dikhawatirkan
tercium aroma yang tidak sedap dari mulutnya. Demikian pula si istri, hendaknya
melakukan yang sama. Hal ini lebih mendorong kepada kelanggengan hubungan dan
kedekatan di antara keduanya. Didapatkan dari perbuatan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersiwak bila hendak masuk rumah menemui
istrinya, sebagaimana berita dari Aisyah radhiyallahu ‘anha (HR. Muslim no.
590).
Kedua:
Disenangi baginya untuk menyerahkan mahar bagi istrinya sebagaimana akan
disebutkan dalam masalah mahar dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Ketiga:
Berlaku lemah lembut kepada istrinya, dengan semisal memberinya segelas minuman
ataupun yang semisalnya berdasarkan hadits Asma` bintu Yazid bin As-Sakan
radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku mendandani Aisyah radhiyallahu ‘anha untuk
dipertemukan dengan suaminya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah
selesai aku memanggil Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melihat
Aisyah.Beliau pun datang dan duduk di samping Aisyah. Lalu didatangkan kepada
beliau segelas susu. Beliau minum darinya kemudian memberikannya kepada Aisyah
yang menunduk malu.”Asma` pun menegur Aisyah, “Ambillah gelas itu dari tangan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.Aisyah pun mengambilnya dan meminum
sedikit dari susu tersebut.” (HR. Ahmad, 6/438, 452, 458 secara panjang dan
secara ringkas dengan dua sanad yang saling menguatkan, lihat Adabuz Zafaf,
hal. 20)
Keempat:
Meletakkan tangannya di atas bagian depan kepala istrinya (ubun-ubunnya)
sembari mendoakannya, dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً أَوِ اشْتَرَى خَادِمًا
فَلْيَأْخُذْ بِنَاصِيَتِهَا وَلْيُسَمِّ اللهَ عز وجل وَلْيَدْعُ بِالْبَرَكَةِ
وَلْيَقُلْ: اللّهمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا
عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
Artinya:“Apabila salah seorang dari
kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak maka hendaklah ia
memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendoakan
keberkahan dan mengatakan: ‘Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dari kebaikannya
dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya dan aku
berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang Engkau
ciptakan/tabiatkan dia di atasnya’.” (HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Kelima:
Ahlul ‘ilmi ada yang memandang setelah dia bertemu dan mendoakan istrinya
disenangi baginya untuk shalat dua rakaat bersamanya. Hal ini dinukilkan dari
atsar Abu Sa’id maula Abu Usaid Malik bin Rabi’ah Al-Anshari. Ia berkata: “Aku
menikah dalam keadaan aku berstatus budak. Aku mengundang sejumlah sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antara mereka ada Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, dan
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhum.Lalu ditegakkan shalat, majulah Abu Dzar untuk
mengimami.Namun orang-orang menyuruhku agar aku yang maju.Ketika aku menanyakan
mengapa demikian, mereka menjawab memang seharusnya demikian.Aku pun maju
mengimami mereka dalam keadaan aku berstatus budak.Mereka mengajariku dan
mengatakan, “Bila engkau masuk menemui istrimu, shalatlah dua rakaat. Kemudian
mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kebaikannya dan berlindunglah
dari kejelekannya. Seterusnya, urusanmu dengan istrimu.”(Diriwayatkan Ibnu Abi
Syaibah dalam Al-Mushannaf, demikian pula Abdurrazzaq.Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu berkata dalam Adabuz Zafaf hal.23, “Sanadnya shahih sampai ke Abu
Sa’id”).
6.
Pernikahan yang Dilarang dalam Islam
Islam
melarang beberapa bentuk pernikahan, Insya Allah penulis akan menyampaikan
beberapa pernikahan yang dilarang dalam ajaran agama Islam :
·
Nikah Mut’ah
Yang dimaksud dengan nikah mut’ah
adalah nikah yang diniatkan hanya untuk bersenag-bersenang dan hanya untuk
jangka waktu tertentu saja, mungkin dapat diistilahkan dengan ungkapan nikah
kontrak.
Pada
awalnya nikah ini diperbolehkan oleh Rasulullah SAW, karena pada saat itu kaum
muslimin sedang mengalami peperangan yang berkepanjangan dan jauh dari isteri
mereka, pertimbangannya agar kaum muslimin yang berada di medan peperangan
terhindar dari bahaya dan kehinaan zina.
Setelah
itu Rasulullah SAW melarang pernikahan jenis ini, karena dikhawatirkan terdapat
unsure pelecehan terhadap wanita, dan tidak sesuai dengan tujuan pernikahan itu
sendiri.
·
Nikah Muhallil
Nikah Muhallil adalah pernikahan
yang dilakukan seseorang laki-laki terhadap perempuan yang telah di talak tiga,
dengan maksud agar mantan suaminya yang mentalak isterinya tadi dapat
menikahinya lagi.
Nikah
seperti ini dilarang oleh agama, bahkan dilaknak oleh Rasulullah SAW. Dalam
sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda : “Dari Ibnu Mas’ud ia berkata :
Rasulullah SAW mengutuk laki-laki yang Muhallil dan Muhallal Lahu (HR.Tarmidzi
dan Nasai).
·
Pernikahan Silang ( Beda Agama )
Pernikahan silang adalah pernikahan
lintas agama atau pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang berbeda
keyakinan dan berbeda agama. Dan Islam melarang pernikahan silang ini seperti
yang disebutkan dalam firman Allah :
“Dan
janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman.Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu.dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran”.(QS. Al Baqarah : 221)
·
Pernikahan Khadan
Khadan mempunyai arti gundik atau
piaraan, baik laki-laki yang menjadikan perempuan sebagai gundiknya atau
sebaliknya. Pernikahan Khadan merupakan tradisi jahiliyah dan di dunia modern
istilah khadan berganti dengan istilah “kumpul kebo”. Pernikahan atau cara yang
seperti ini dilarang oleh agama dan melecehkan nilai-nilai dari rumah tangga
yang sacral dan suci.
7.
Hikmah Pernikahan
Keluarga dalam Islam adalah perintah
agama yang berusaha untuk diwujudkan oleh setiap manusia beriman.Ia juga
kesempurnaan akhlak manusia yang dicoba-raih oleh setiap pribadi. Pernikahan
mengandung beberapa hikmah yang memesona dan sejumlah tujuan luhur.
Seorang
manusia—laki-laki maupun perempuan—pasti bisa merasakan cinta dan kasih sayang
dan ingin mengenyam ketenangan jiwa dan kestabilan emosi. Allah S.W.T.
berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Pun
seseorang—laki-laki maupun perempuan—dalam naungan keluarga akan menikmati
perasaan memiliki kehormatan diri dan kesucian dan mengenyam keluhuran budi
pekerti. Rasulullah S.A.W. bersabda,
“Wahai para pemuda, kalau ada di
antara kalian yang sudah mampu menikah, segeralah menikah.Sebab, pernikahan
bisa menahan penglihatan dan menjaga kemaluan. Tapi, kalau ada yang belum mampu,
maka hendaknya ia berpuasa. Sebab, puasa adalah peredam gejolak syahwat.”
·
Meninggikan Harkat dan Martabat Manusia.
Lihatlah bagaimana kehidupan manusia
yang secara bebas mengumbar nafsu biologisnya tanpa melalui bingkai halal
sebuah pernikahan, maka martabat dan harga diri mereka sama liarnya dengan
nafsu yang tidak bisa mereka jinakkan. Menikah menjadikan harkat dan martabat
manusia-manusia yang menjalaninya menjadi lebih mulia dan terhormat. Manusia
secara jelas akan berbeda dengan binatang apabila ia mampu menjaga hawa
nafsunya melalui pernikahan.
·
Memuliakan Kaum Wanita.
Banyak wanita-wanita yang pada
akhirnya terjerumus pada kehidupan hitam hanya karena diawali oleh kegagalan
menikah dengan orang-orang yang menyakiti kehidupan mereka.Menikah dapat
memuliakan kaum wanita. Mereka akan ditempatkan sebagai ratu dan permaisuri
dalam keluarganya.
·
Cara untuk Melanjutkan Keturunan.
Salah satu tujuan menikah adalah
meneruskan keturunan.Pasangan yang shaleh diharapkan mampu melanjutkan
keturunan yang shaleh pula. Dari anak-anak yang shaleh ini akan tercipta sebuah
keluarga shaleh, selanjutnya menjadi awal bagi terbentuknya kelompok-kelompok
masyarkat yang shaleh sebagai cikal bakal kebangkitan Islam di masa mendatang.
·
Wujud Kecintaan Allah SWT.
Inilah
bukti kecintaan Allah terhadap mahkluk-Nya. Dia memberikan cara kepada
mahkluk-Nya untuk dapat memenuhi kebutuhan manusiawi seorang mahkluk. Di
dalam wujud kecintaan itu, dilimpahkan banyak keberkahan dan kebahagiaan hidup
yang dirasakan melalui adanya tali pernikahan. Allah menjadikan mahkluk-Nya
berpasang-pasangan dan ditumbuhkan padanya satu sama lain rasa cinta dan kasih
sayang.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Allah berfirman: "Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah
menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang.Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir".
[QS. Ar Ruum : 21].
Pernikahan atau perkawinan adalah
ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dan wanita dalam suatu rumah tangga
berdasarkan tuntunan agama dalam usaha mencar rumah tangga yang ideal.Rumah
tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi
Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang).
Dalam rumah tangga yang Islami,
seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya,
serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya
masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga
upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla'an
Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa
lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu
mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup
tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda "kemelut" perselisihan
dan percekcokan.
2.
Saran
·
Dengan adanya perkawinan di harapkan dapat mebentuk keluarga
yang sakinah, mawaddah wa rahmah, dunia dan akhirat.
·
Perkawinan menjadi wadah bagi pendidikan dan pembentukan
manusia baru, yang kedepannya diharapkan mempunyai kehidupan dan masadepan yang
lebih baik.
·
Dengan adanya kepala keluarga yang memimpin bahtera
keluarga, kehidupan diharapkan menjadi lebih bermakna, dan suami-suami dan
istri-istri akhir zaman ini memiliki semangat yang tinggi di jalan Allah. Amin
Play the Best Casino Games at the Best Online Casinos in PA
ReplyDeletePennsylvania online casinos offer a variety of games, including slots, video poker, blackjack, roulette, and craps. Learn about the 카지노 커뮤니티 사이트 top slot